Jadi, udah berapa hari aku ga aktif smartphone?
Teutep, dari tanggal 8 Maret kemaren.
Gila, kirain bakalan bentar, taunya udah hampir 3 minggu gaes. *standing ovation sambil kayang*
Entahlah, mungkin beberapa jam ke depan bakal ngaktifin. Who knows? Tergantung mood aja ntar.
Jadi, kemaren emang lupa ngepost, abis ngurus KTP Elektronik itu, aku sempet singgah ke rumah nyai (baca: Tekyong alias Thyka). Dan tentu saja tujuannya adalah meminjam buku Koala Kumal. Huahahaha, ya, kadang aku memang licik. Suka pinjem tanpa beli. Kadang loh ya. Tapi kadang, sudah baca eh malah tetep bela-belain beli bukunya. Tapi kali ini ga kebeli karena ada alasannya gaes. Aku memang suka buku-buku karya Raditya Dika sejak SMA, sama kayak Thyka. Tapi waktu itu keterbatasan keuangan jadinya cuma pinjem sana pinjem sini. Alhasil baru bisa kebeli pas jaman-jaman kuliah
Ngomong-ngomong, aku udah selesai baca Koala Kumal. Dan... Keren seperti biasanya. Yeee *lempar kue cubit*
Gimana? Uda mirip Mas Adam Suseno belom? |
Yang jelas dan terpampang nyata sih, buku-buku Raditya semua judulnya binatang, binatang bukan sembarang binatang tapinya. Dan sepertinya sejak buku Babi Ngesot keluar, isi buku Raditya lebih tertata deh. di Babi Ngesot bertemakan tentang horor dan misteri. Di Marmut Merah Jambu bertemakan tentang cinta. Buku Manusia Setengah Salmon bertemakan tentang pindah hati. Dan yang terakhir, Koala Kumal, bertemakan tentang patah hati. Ya, patah hati. Ehm.
Jadi di buku Koala Kumal ini menceritakan semua patah hati dia. Dari jenis patah hati dengan teman, dengan mantan pacar dan dengan pacar dan dengan pekerjaan mungkin. Patah hati nya bermacam-macam, ada yang patah hati biasa, sampai patah hati ga biasa, alias spesial, karetnya dua ya Mas... (?) *dikira pecel pedes*. Reaksi patah hati nya juga bermacam-macam, ada yang biasa dan cepet move on dan ada yang trauma gelisah galau gundah gulana #Eaaa.
Ada juga sih cerita tentang bagaimana dia bikin film. Mulai Film Cinta Brontosaurus sampai Malam Minggu Miko Movie. Memang buku-buku Raditya dari jaman aku baca pertama kali sampai saat ini mengalami perubahan. Dan menurut aku beda tapi masih 'Raditya Dika' banget. Mulai dari Kambing Jantan yang diambil dari blog dia yang memang se asli-asli nya. Sampai sekarang Koala Kumal yang sudah bener-bener 'enak' dibaca, selain karena pake gambar, yang paling penting aku baca nya gratis. Huehuehehe *ditimpuk yang minjemin buku*
Sama kayak aku dan dia, beda tapi masih kita banget.
Masih ngomong tentang patah hati. Ehm.
Jadi udah pada pernah patah hati?
Oh, masih single? Jomblo maksudnya?
Kalo menurut aku sih, patah hati ga selalu berarti terjadi ketika putus hubungan yah, dalam status masih 'in relationship' pun kadang ada sebagian orang yang merasakan patah hati. Bahkan orang yang status single pun bisa merasakan patah hati. Bisa aja kan misalnya patah hati karena tahap PDKT sama gebetannya cuma sebatas friendzone mungkin, atau lebih parah lagi supirzone, kemana-mana minta antar minta jemput jadian kaga PHP iya. Mungkin loh yaaaa
Jadi apa sih patah hati? Patah hati selalu digambarkan dengan gambar love trus diretak-retak-in gitu. Apa memang rasa patah hati itu kaya gitu, retak retak ga karuan gitu? Kenapa juga patah hati selalu disandingkan dengan sakit gigi? Kenapa aku nanya nanya terus sih?
Pesan Moral: Orang yang bilang 'sakit hati lebih baik daripada sakit gigi' berarti dia belum pernah merasakan sakit hati. Orang yang bilang 'sakit gigi lebih baik daripada sakit hati' berarti dia belum pernah merasakan sakit gigi. Sakit gigi itu SAKIT banget gaes. NYUT NYUT gitu. Gambarnya ga sesimpel amor yang diretak retakin gitu. Gambarnya abstrak, sama kayak sakitnya yang kadang tak tertahankan. Terpujilah para Dokter Gigi~
BTW, aku lagi nggak sakit gigi ataupun sakit hati.
TAPI KEDUANYA.
Becanda ding, gapengen lagi deh sakit gigi. Ampun pake banget.
Kalo sakit hati ya mau ga mau kali ya mesti ngerasa. Bisa aja sih dihindari kalau kita bisa ngontrol hati.
Kalau nggak bisa?
Kalau emang pengen sakit hati?
Rasanya sih emang nano nano, antara pengen pake cutter atau baygon. *HALAH*
Tapi wajar ga sih ga ngaktifin smartphone hampir 3 minggu, ga ngechat dia, nanya kabar lewat nyokapnya doang, trus dampaknya ke temen-temen juga itu disebut patah hati?
Satu-satunya hal yang aku bete banget kalo aku lagi patah hati atau sakit hati atau apalah itu namanya adalah tetep bisa makan normal. Pengen banget kaya cewek-cewek diluar sana yang kalo patah hati bawaannya males makan trus kurus. Sumpah pengen banget. Kalo aku mah apa atuh, galau ga galau makannya makin gila.
Entah apa maksud dan tujuan kehadiran sebuah patah hati.
Banyak patah hati yang menyebabkan trauma, drama dan air mata. Tapi ada juga yang dapat menyebabkan seseorang bangkit dan memotivasi diri menjadi lebih baik.
Patah hati itu ibarat digigit alot dibuang sayang. Maunya sih nggak patah hati, tapi kalo bahagia terus kadang bikin kita jadi lupa bersyukur.
Patah hati itu misteri. Dengan siapa, Dimana, Kenapa, Kapan tidak ada yang tau. Bisa saja hari ini aku bahagia, esok patah hati. Bisa aja kan? Tergantung kita mengontrol hati dan perasaan kita gimana. Kalo menurut aku sih apa-apa jangan langsung dibawa baper. Masalahnya, aku orangnya baper-an. *problem*
Patah hati itu kayak kentut. Wujudnya ga ada, tapi jelas dampak dan reaksi nya. Ketika kentut, memang kita tidak bisa melihat wujud nya, sama kayak patah hati. Tapi bau nya ada, bikin kita refleks menutup hidung
via Huffington Post |
Kayaknya kaya aku.
Bukan, aku bukan penebang liar nya. Tapi koala kumal nya.
Lebih tepatnya koala gelandangan deh kayaknya.
Ketika sesuatu sudah hilang dan pergi, ketika kembali ia takkan pernah sama lagi. Aku jadi merasa seperti koala kumal, memandangi yang telah ditinggal dan ketika semuanya kembali, rasanya agak beda. Kita bukannya ditebang liar, kita tidak tandus seperti tempat tinggal koala kumal itu. Memang ada beberapa pohon tumbang. Tapi, kita masih punya beberapa 'pohon' yang berdiri kokoh untuk ditinggali, bahkan beberapa 'pohon' itu dapat kita ambil kayu nya dan dapat kita gunakan untuk membuat 'rumah baru' dengan 'suasana baru' untuk ditinggali kembali.
Kita hanya tidak yakin pada pohon-pohon itu. Kita ragu.
Ragu apakah pohon-pohon itu masih pohon yang sama seperti yang dulu.
Ragu apakah pohon-pohon itu masih kokoh seperti dulu waktu kita menanamnya.
Ragu apakah pohon-pohon itu bisa kita jadikan 'rumah baru' bagi kita.
Padahal kita bisa percaya kita yakin pada pohon-pohon itu selama masih ada dan masih kokoh, padahal kita bisa menjaga pohon-pohon itu, bahkan menanam beberapa tunas baru dan berharap dia akan tumbuh kokoh seperti pohon-pohon yang ada.
Tapi kita hanya diam. Sibuk dengan fikiran masing-masing sambil sesekali memandangi pohon yang ada, tidak berbuat apa apa. Bagai gelandangan yang sebenarnya punya 'tempat tinggal' tapi bingung hendak tinggal dimana.
Kini, selang beberapa waktu, kita mencoba mengesampingkan ego lagi. Dan mencoba lagi.
Mungkin dengan percaya pada pohon yang sudah kokoh atau menanam tunas baru, kita tak tau.
Hanya saja kita akhirnya menyadari bahwa kita koala gelandangan yang lelah kesana kemari berjalan dan akhirnya memerlukan tempat singgah yang tak lain adalah tempat tinggal kita sendiri yang sudah tumbuh lama karena kita yang menanamnya.
Gila, keren banget gueeee!!! *oles pomade di jambul*
Mungkin dibalik semua itu, Tuhan ingin kita lebih banyak bersyukur. Karena dengan patah hati, kita akan lebih bisa merasakan kebahagiaan sesungguhnya.
Thanks to Raditya Dika and his Koala Kumal's Book.
And Kartikasari alias Thyka yang udah minjemin bukunya hueheheh
Salam Manja
-Kynda-
*merasa dipuja*
BalasHapus